Empat Tingkatan Evaluasi Pelatihan

Evaluasi pelatihan merupakan salah satu komponen penting dalam manajemen sumber daya manusia. Tanpa evaluasi yang baik, sulit untuk mengetahui apakah program pelatihan yang dilakukan telah efektif dalam meningkatkan kompetensi karyawan atau tidak. Salah satu model evaluasi yang paling banyak digunakan dalam dunia pelatihan adalah Kirkpatrick’s Four Levels of Training Evaluation, yang pertama kali diperkenalkan oleh Donald L. Kirkpatrick dan kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh James D. dan Wendy Kayser Kirkpatrick.

Model Kirkpatrick ini menguraikan empat tingkatan dalam evaluasi pelatihan, yang dimulai dari tingkat reaksi peserta hingga dampak pelatihan terhadap organisasi secara keseluruhan. Artikel ini akan mengulas lebih dalam setiap level dari model tersebut, memberikan contoh implementasi dalam pelatihan, serta menunjukkan bagaimana menggunakan dokumen pengukuran yang relevan.

  1. Reaksi (Reaction)
    Pada level ini, fokus evaluasi adalah untuk mengukur seberapa baik respons peserta terhadap pelatihan yang diberikan. Pertanyaan-pertanyaan yang bisa dijawab adalah: Apakah mereka menikmati pelatihan? Apakah kontennya relevan dan bermanfaat bagi pekerjaan mereka?

Contoh Implementasi: Misalnya, sebuah perusahaan logistik memberikan pelatihan keselamatan kerja bagi staf gudang. Untuk mengetahui reaksi peserta, sebuah kuesioner pasca pelatihan dapat disebarkan untuk menilai seberapa relevan materi yang disampaikan dan bagaimana kepuasan mereka terhadap pelatih serta metode pelatihan.

Dokumen Pengukuran: Kuesioner Reaksi Berikut contoh kuesioner reaksi:

Apakah materi yang diberikan sesuai dengan ekspektasi Anda? (1-5)
Seberapa puas Anda dengan keterampilan pengajar dalam menyampaikan materi? (1-5)
Apakah pelatihan ini berguna dalam meningkatkan keterampilan kerja Anda? (1-5)

  1. Pembelajaran (Learning)
    Pada level ini, fokus evaluasi adalah untuk mengukur perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, atau sikap peserta pelatihan setelah pelatihan berlangsung. Biasanya, ini dilakukan dengan membandingkan hasil pre-test dan post-test.

Contoh Implementasi: Dalam pelatihan keselamatan kerja yang sama, perusahaan bisa mengadakan tes sebelum pelatihan (pre-test) dan setelah pelatihan (post-test) untuk mengukur peningkatan pemahaman peserta tentang prosedur keselamatan kerja.

Dokumen Pengukuran: Pre-Test dan Post-Test Contoh pre-test dan post-test:

Sebutkan tiga prosedur keselamatan penting saat mengoperasikan forklift.
Apa langkah-langkah yang harus diambil jika terjadi kecelakaan di tempat kerja?

  1. Perilaku (Behavior)
    Evaluasi pada level ini bertujuan untuk mengetahui apakah peserta menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang mereka peroleh dari pelatihan ke dalam pekerjaan sehari-hari. Dalam hal ini, pengamatan langsung atau wawancara dengan supervisor dapat digunakan.

Contoh Implementasi: Pasca pelatihan keselamatan kerja, supervisor gudang dapat mengamati apakah staf telah mengikuti prosedur keselamatan dengan benar, seperti menggunakan alat pelindung diri atau mematuhi prosedur keselamatan saat mengangkat beban berat.

Dokumen Pengukuran: Formulir Observasi Perilaku Contoh formulir observasi:

Apakah karyawan selalu menggunakan alat pelindung diri (APD) saat bekerja? (Ya/Tidak)
Seberapa sering karyawan mematuhi prosedur pengangkatan beban berat? (Skala 1-5)
Apakah ada insiden keselamatan yang dapat dihindari setelah pelatihan? (Deskripsi singkat)

  1. Hasil (Results)
    Ini adalah tingkat evaluasi yang paling sulit, namun paling signifikan. Di sini, evaluasi difokuskan pada dampak pelatihan terhadap hasil bisnis, seperti peningkatan produktivitas, penurunan kecelakaan kerja, atau pengurangan biaya operasional.

Contoh Implementasi: Jika pelatihan keselamatan kerja berhasil, perusahaan mungkin melihat penurunan kecelakaan kerja di gudang dalam beberapa bulan setelah pelatihan. Selain itu, pelatihan yang efektif juga dapat menghasilkan peningkatan kepuasan karyawan serta penurunan biaya asuransi karena berkurangnya klaim kecelakaan.

Penurunan insiden kecelakaan kerja sebesar 30% dalam tiga bulan setelah pelatihan.
Penghematan biaya asuransi sebesar 15% karena berkurangnya klaim kecelakaan.
Peningkatan kepuasan karyawan terkait keselamatan kerja dari hasil survei internal (skor sebelum pelatihan: 3.5, setelah pelatihan: 4.2).
Menggunakan Tools untuk Evaluasi Pelatihan
Berikut beberapa tools yang dapat digunakan untuk mempermudah proses evaluasi pelatihan berdasarkan empat tingkat model Kirkpatrick:

Google Forms atau Microsoft Forms: Untuk membuat kuesioner reaksi dan mengumpulkan tanggapan peserta dengan cepat.


Learning Management System (LMS): Sistem ini dapat digunakan untuk mengelola pre-test dan post-test secara digital, dan memberikan laporan otomatis tentang hasil pembelajaran.
Trello atau Asana: Untuk memantau perubahan perilaku di tempat kerja melalui pengamatan atau feedback dari supervisor secara terorganisir.
Excel atau Google Sheets: Untuk menyusun laporan hasil dampak pelatihan dan melacak KPI (Key Performance Indicators) seperti penurunan insiden atau peningkatan produktivitas.


Jadi model Kirkpatrick’s Four Levels of Training Evaluation memberikan kerangka kerja yang komprehensif untuk mengevaluasi efektivitas pelatihan. Dengan memahami dan menerapkan keempat tingkatan evaluasi ini, organisasi dapat memastikan bahwa program pelatihan yang dilakukan benar-benar berdampak positif pada karyawan dan tujuan bisnis. Implementasi model ini bukan hanya bermanfaat untuk mengevaluasi pelatihan secara objektif, tetapi juga sebagai alat untuk terus meningkatkan kualitas program pelatihan di masa depan.Jadi,

Bagi organisasi yang serius ingin mengoptimalkan pengembangan karyawan, memahami dan menerapkan evaluasi pelatihan berdasarkan model ini adalah investasi yang sangat berharga.

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *